Kamis, 07 November 2013

Kecerdasan Dibalik Penemuan Tusuk Gigi

tusuk gigi

Charles Forster benar-benar pelaku marketingyang cerdas. Saking cerdasnya, dia kerap disebut sebagai tenaga marketing yangbisa sukses menjual daging sapi kepada kaum vegetarian. Tentu ini hanya sekadarperumpamaan, karena kaum vegetarian tidaklah mengonsumsi daging. Perumpamaanini dibuat untuk menunjukkan bahwa Forster mampu menjual sesuatu yang tidakbisa orang lain jual.

Pria kelahiran Charlestown, Massachusetts,tahun 1826 ini tumbuh di keluarga aristokrat Inggris. Di masa remaja, diabekerja dengan pamannya yang menjalankan bisnis ekspor/impor di Brazil. Saattinggal di Brazil itulah kecerdasan marketingnya terasah. Saat itu dia melihatkebanyakan gigi penduduk asli Brazil terlihat rapi.

Selidik punya selidik, dia menemukan alasanyang membuat gigi penduduk Brazil tertata rapi. Saat itu, warga Brazil bisamenggunakan tusuk gigi kayu yang dibuat secara manual. Sementara di tempatlain, saat itu tusuk gigi masih terbuat dari logam.

Benda kecil yang berfungsi untuk membersihkansela-sela gigi ini memang sudah dikenal dari era prasejarah. Banyak buktimenunjukkan saat itu, manusia menggunakan ranting untuk membersihkan gigi. Padaera perunggu, menurut situs nucleartoothpicks.com, tusuk gigi dibuat lebih rapidengan bahan logam, tapi prosesnya masih manual dan belum dikomersialkan.

Setelah terinspirasi kebiasaan warga Brazil,Forster kemudian melihat bahwa tusuk gigi kayu memberinya peluang bisnis yangsangat menjanjikan. Dari situ dia lantas berpikir untuk bisa membuat tusuk gigikayu dalam jumlah banyak, dan dalam waktu singkat. Akhirnya Forster sampai padapemikiran untuk membuat mesin pembuat tusuk gigi kayu. Saat itu memang revolusiindustri sedang mencapai momentum terbaik.

Forster bukanlah seorang insinyur mesin yangbisa melakukannya sendiri. Tapi dialah pemegang paten pertama untuk prosespembuatan tusuk gigi kayu. Forster merangkul ahli mesin asal Boston, BenjaminFranklin Sturtevant, yang sebelumnya telah membuat mesin pembuat sepatu yangalas bawahnya berbahan kayu.

Dengan mesin buatan Benjamin inilah Forsterberhasil memproduksi tusuk gigi kayu dalam jumlah banyak. Di tahun 1870, diamampu memproduksi jutaan tusuk gigi kayu dalam satu hari. Yang jadi masalahkemudian adalah daya serap pasar yang masih terbatas di Boston. Saat itu,jumlah tusuk gigi kayu yang bisa dijual di Boston masih sangat terbatas.

Untuk mengatasi problem tersebut, dia mulaimenitipkan tusuk gigi buatannya di toko-toko eceran. Pemilik toko hanyamembayar tusuk gigi yang laku terjual. Cara seperti ini bisa sedikitmendongkrak penjualan tusuk giginya.

Kemudian Forster menempuh cara lain untukmendongkrak penjualan tusuk giginya. Dia meyakinkan kepada pemilik restoranbahwa tusuk gigi bisa menjadi bagian dari layanan yang bisa menarik konsumen.Bersamaan dengan itu dia menyewa beberapa orang untuk makan direstoran-restoran. Setelah makan, orang yang disewa ini wajib menanyakan tusukgigi kepada pemilik restoran.

Dengan cara ini, pemilik restoran menjadipercaya bahwa tusuk gigi merupakan layanan yang harus diberikan kepadakonsumen. Dari sinilah kemudian para pemilik restoran merasa perlu untukmembeli tusuk gigi kepada Forster.

Mulai saat itulah tusuk gigi menjadi bagiandari gaya hidup konsumen restoran. Penggunaan tusuk gigi pun lantas menjadisangat populer. Dalam waktu yang singkat, pasar tusuk gigi buatan Forsterlangsung meluas ke berbagai negara. Dari sinilah kemudian tusuk gigibenar-benar terbukti bisa menjadi bisnis besar hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar